Minggu, 04 Maret 2012

PENDIDIKAN ISLAM: MADRASAH VERSUS PESANTREN

http://zaijoni.blogspot.com
PENDIDIKAN ISLAM: MADRASAH VERSUS PESANTREN
Oleh: ZAIJONI, AMRISAL, DARMAWAN, DESTIWARNI, dan II EKA PUTRI

A.    PENDAHULUAN
Pesantren, pondok pesantren, atau disebut pondok saja, adalah sekolah islam berasrama yang terdapat di Indonesia. Pendidikan di pesantren bertujuan untuk memperdalam pengetahuan tentang al-Qur’an dan Sunnah Rasul, dengan mempelajari bahasa Arab dan tata bahasanya.
Para pelajar pesantren disebut sebagai santri. Mereka tinggal di asrama yang disediakan oleh pesantren sebagai tempat penginapan selama menuntut ilmu di pesantren tersebut. Institusi sejenis juga terdapat di negara-negara lainnya; misalnya di Malaysia dan Thailand Selatan yang disebut sekolah pondok, serta di India dan Pakistan yang disebut madrasah islamiah.
Bentuk lembaga pendidikan lainnya yang terdapat di Indonesia adalah madrasah. Seperti halnya pesantren, istilah ”madrasah” juga diambil dari bahasa Arab yang artinya juga tempat belajar. Kendati demikian, dalam banyak hal antara kedua lembaga tersebut memiliki perbedaan yang cukup mendasar jika ditinjau dari sistem pendidikannya.
Sebagai sebuah sistem, pendidikan terdiri dari beberapa komponen yang saling mendukung satu sama lain untuk mewujudkan suatu tujuan tertentu. Hal ini berarti pesantren sebagai sebuah sistem pendidikan terdiri dari beberapa komponen. Demikian halnya madrasah sebagai sebuah sistem pendidikan.
Salah satu komponen pendidikan yang akam disorot dalam makalah ini adalah kurikulum. Untuk itu pemakalah bermaksud melihat sisi-sisi perbedaan dan persamaan kurikulum pesantren dan madrasah melalui karakteristik kurikulum masing-masing lembaga yang dirumuskan melalui sebuah pertanyaan apa saja yang menjadi karakteristik kurikulum pesantren dan apa pula yang menjadi karakteristik kurikulum madrasah?. Sebelum menjawab, pertanyaan tersebut, terlebih dahulu dipaparkan secara ringkas apa sesungguhnya hakikat pesantren dan madrasah itu sendiri.
B.     SEKILAS TENTANG PESANTREN dan MADRASAH
1.      Pesantren
Istilah ”pesantren” berasal dari kata pe-”santri”-an, di mana kata ”santri” berarti murid. Istilah ”pondok” berasal dari bahasa Arab ”funduq” (فندوق) yang berarti penginapan. Khusus di Aceh, pesantren disebut dengan dayah. Pesantren dipimpin oleh seorang kyai. Untuk mengatur kehidupan pondok pesantren, kyai menunjuk beberapa santri senior untuk mengatur adik-­adik kelasnya, mereka disebut ”lurah pondok”. Tujuan para santri dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka adalah agar mereka belajar hidup mandiri sekaligus dapat meningkatkan hubungan dengan kyai dan juga Tuhan.
Pendapat lain mengatakan pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri. Kata santri berasal dari kata Cantrik (bahasa Sansakerta, atau mungkin Jawa) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan Taman Siswa dalam sistem asrama yang disebut Pawiyatan.
Istilah santri juga ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C. C Berg (dalam Fatah, 2005: 11) berpendapat bahwa Istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata ”saint” (manusia baik) dengan suku kata ”tra” (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.
Pondok pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan Islam tertua yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Lembaga ini telah eksis di tengah masyarakat selama enam abad (mulai dari abad ke-15 hingga sekarang) dan sejak awal berdirinya menawarkan pendidikan kepada mereka yang masih buta huruf. Pesantren pernah menjadi satu-satunya institusi pendidikan milik masyarakat pribumi yang memberikan kontribusi sangat besar dalam membentuk masyarakat melek huruf (literacy) dan melek budaya (cultural literacy). Jalaluddin (1990:9) bahkan mencatat bahwa  paling tidak pesantren telah memberikan dua macam kontribusi bagi sistem pendidikan di Indonesia. Pertama, adalah melestarikan dan melanjutkan sistem pendidikan rakyat, dan kedua, mengubah sistem pendidikan aristokratis menjadi sistem pendidikan demokratis.
Pesantren pada mulanya merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam. Namun, dalam perkembangannya, lembaga ini semakin memperlebar wilayah garapannya yang tidak melulu mengakselerasikan mobilitas vertikal (dengan penjejelan materi-materi keagamaan), tetapi juga mobilitas horizontal (kesadaran sosial).
Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua sebagai produk budaya Indonesia. Keberadaan Pesantren di Indonesia dimulai sejak Islam masuk di negeri ini dengan mengadopsi sistem pendidikan keagamaan yang telah lama berkembang sebelum kedatangan Islam. Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berurat berakar di negeri ini, pondok pesantren diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah bangsa (Haedari, 2007: 3).
Banyak pesantren di Indonesia hanya membebankan para santrinya dengan biaya yang rendah, meskipun beberapa pesantren modern membebani dengan biaya yang lebih tinggi. Meski begitu, jika dibandingkan dengan beberapa institusi pendidikan lainnya yang sejenis, pesantren modern jauh lebib murah. Organisasi massa (ormas) Islam yang paling banyak memiliki pesantren adalah Nandlatul Ulama (NU), Al-Washliyah dan Hidayatullah.
Terdapat pula suatu pondok pesantren induk yang mempunyai cabang di daerah lain, dan biasanya dikelola oleh alumni pondok pesantren induk tersebut. Sebagai contoh, Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor yang terletak di Ponorogo Jawa Timur mempunyai cabang pondok alumi, antara lain: Pondok Pesantren Modern Al-Risalah di Slahung, yang dipimpin oleh KH Ma’sum Yusuf, Pondok Modern Al-Salam Sukabumi di Sukabumi Jawa Barat, yang dipimpin oleh K. Badrusyamsi, M.Pd.   
                                                                                                                                      2.      Madrasah
Ditinjau Mari akar katanya, istilah ”madrasah” merupakan isim makan dari kata darasa yang berarti belajar. Jadi, madrasah berarti tempat belajar bagi siswa atan mahasiswa (umat Islam). Karenanya istilah madrasah tidak hanya diartikan secara sempit, tetapi juga bisa dimaknai dengan rumah, istana, kuttab, perpustakaan, surau, masjid, dan lain-lain. Bahkan juga seorang ibu bisa dikatakan sebagai madrasah pemula (Syarif, 1972:76).
Menurut Maksum, latar belakang pertumbuhan madrasah di Indonesia dapat dikembalikan kepada dua situasi, yaitu (Maksum, 1999: 82):
a.       Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia
Gerakan pembaharuan islam di Indonesia muncul pada awal abad ke-­20 yang dilatar belakangi oleh kesadaran dan semangat yang kompleks sebagaimana diuraikan Steenbrink (1986:78-79) dengan mengidentifikasi empat faktor yang mendorong gerakan pembaharuan islam di Indonesia, yaitu:
1)      keinginan untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits.
2)      Semangat nasionalisme dalam melawan penjajah.
3)      Memperkuat basis gerakan sosial, budaya dan politik.
4)      Pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia.
Hanya saja lanjut Steenbrink (1986: 26-29) keempat faktor itu tidak secara terpadu mendorong gerakan pembaharuan, melainkan gerakan-gerakan pembaharuan yang muncul di Indonesia, disebabkan oleh salah satu atau dua faktor tersebut. Dengan kata lain, gerakan-gerakan pembaharuan islam di Indonesia memiliki alasan dan motif yang berbeda-beda.
Bagi tokoh-tokoh pembaharuan, pendidikan kiranya senantiasa dianggap sebagai aspek yang strategis untuk membentuk sikap dan pandangan keislaman masyarakat. Oleh karena itu, bermunculan madrasah tidak bisa lepas dari gerakan pembaharuan islam yang dimulai oleh usaha beberapa orang tokoh intelektual agama Islam yang selanjutnya dikembangkan oleh organisisi organisasi Islam.
b.      Respon pendidikan Islam terhadap kebijakan pendidikan Hindia Belanda
Pertama kali bangsa Belanda datang ke Nusantara hanya untuk berdagang, tetapi karena kekayaan alam Nusantara yang sangat banyak, maka tujuan utama berdagang tadi berubah untuk menguasai wilayah Nusantara dan menanamkan pengaruh di Nusantara sekaligus dengan mengembangkan pahamnya yang terkenal dengan semboyan 3G yaitu: Glory (kemenangan dan kekuasaan), Gold (emas dan kekayaan bangsa Indonesia), dan Gospel (upaya salibisasi terhadap umat Islam di Indonesia (Mustafa, 1998:94).
Dalam menyebarkan misi-misinya itu, Belanda (VOC) mendirikan sekolah-sekolah kristen. Misalnya di Ambon yang jumlah sekolahnya mencapai 16 sekolah dan 18 sekolah di sekitar pulau-pulau Ambon. Di Batavia sekitar 20 sekolah, padahal sebelumnya sudah ada sekitar 30 sekolah (Mustafa, 1998:94). Dengan demikian, untuk daerah Batavia saja, sekolah Kristen sudah bejumlah 50 buah. Melalui sekolah-sekolah inilah Belanda menanamkan pengaruhnya di negeri jajahan.
Pada perkembangan selanjutnya di awal abad ke-20 atas perintah Gubernur Jenderal Van Heutsz, sistem pendidikan diperluas dalam bentuk sekolah desa, walaupun masih diperuntukkan sebatas bagi kalangan anak-­anak bangsawan. Namun pada masa selanjutnya, sekolah ini dibuka secara luas untuk rakyat umum dengan biaya yang murah.
Dengan terbukanya kesempatan yang luas bagi masyarakat umum untuk memasuki sekolah-sekolah yang diselenggarakan secara tradisional oleh kalangan Islam, mendapat tantangan dan saingan berat, terutama karena sekolah-sekolah pemerintah Hindia Belanda dilaksanakan dan dikelola secara modern terutama dalam hal kelembagaan, kurikulum, metodologi, sarana dan lain-lain. Perkembangan sekolah yang demikian jauh dan merakyat menyebabkan tumbuhnya ide-ide dikalangan intelektual Islam untuk memberikan respon dan jawaban terhadap tantangan tersebut dengan tujuan untuk memajukan pendidikan Islam. Ide-ide tersebut muncul dari tokoh-tokoh yang pernah mengenyam pendidikan di Timur Tengah atau pendidikan Belanda. Mereka mendirikan lembaga pendidikan baik secara perorangan maupun secara kelompok/organisasi yang dinamakan madrasah atau sekolah. Madrasah-madrasah yang didirikan tersebut antara lain (Nizar, 2005: 55-57).
Pertama, Madrasah Adabiyah (Adabiyah School). Madrasah ini didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad pada tahun 1907 (Steenbrink, 1986:41) di Padang Panjang Sumatera Barat.
Kedua, Sekolah Agama (Madras School). Madrasah School didirikan pada tahun 1910 oleh M. Thaib Umar di Sungayang Batusangkar.
Ketiga, Madrasah Diniyah (Diniyah School). Madrasah Diniyah didirikan tanggal 10 Oktober 1915 (Steenbrink, 1986:44), oleh Zainuddin Labay El Yunusi di Padang Panjang.
Keempat, Arabiyah School, didirikan tahun 1918 di Ladang Lawas oleh Syekh Abbas (Steenbrink, 1986:64).
Kelima, Sumatera Thawalib. Sumatera Thawalib secara formal membuka madrasah di Padang Panjang pada tahun 1921 di bawah pimpinan Syekh Abdul Karim Amrullah.

C.    Kurikulum Sebagai Salah Satu Komponen pendidikan
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem pendidikan. karena itu kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan satuan pendidikan.
Menurut Langgulung (1986:176), kurikulum secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang berarti pelari, dan kata curere yang artinya tempat berpacu. Jadi istilah kurikulum berasal dari dunia olah raga pada zaman Romawi kuno di Yunani yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis star sampai finish.
Dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikam Nasional disebutkan bahwa kurikulum adalah, seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Redaksi Sinar Grafika, 2003:2).
Menurut Hasbullah, kurikulum adalah keseluruhan program, fasilitas, dan kegiatan suatu lembaga pendidikan atau pelatihan untuk mewujudkan visi dan misi lembaganya. Untuk itu, pelaksanaan kurikulum yang menunjang keberhasil­an sebuah lembaga pendidikan, barus memenuhi hal-hal sebagai berikut (Hasbullah, 2006:21) :
a.       Tersedianya tenaga pengajar (guru) yang kompeten.
b.      Tersedianya fasilitas fisik atau fasilitas belajar yang memadai dan menyenangkan.
c.       Tersedianya fasilitas bantu untuk proses belajar mengajar.
d.      Adanya tenaga penunjang pendidikan, seperti tenaga administrasi, pembimbing, pustakawan, dan laboran.
e.       Tersedianya dana yang memadai.
f.       Manajemen yang efektif dan efisien.
g.      Terpeliharanya budaya yang menunjang, seperti nilai-nilai religius, moral, kebangsaan, dan lain-lain.
h.      Kepemimpinan pendidikan yang visioner, transparan, dan akuntabel.
Kurikulum mempunyai aspek utama yang menjadi ciri-cirinya sebagaimana diungkapkan oleh Langgulung (dalam Ramayulis, 2004:127-128) yaitu :
1)      Tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh kurikulum itu.
2)      Pengetahuan (knowledge) ilmu-ilmu data, aktivitas-aktivitasnya, dan pengalaman-­pengalaman dari mana terbentuk kurikulum itu.
3)      Metode dan cara-cara mengajar dan bimbingan yang diikuti murid-murid untuk mendorong mereka ke arah yang dikehendaki dari tujuan-tujuan yang dirancang
4)      Metode dan cara penilaian yang digunakan dalam mengukur dan menilai basil proses pendidikan yang dirancangkan dalam kurikulum.
Berdasarkan uraian di atas, kurikulum merupakan suatu program pembelajaran yang tersusun secara sistematis mencakup tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran, fasilitas yang secara totalitas terjalin dalam sebuah kesatuan yang integral untuk wencapai tujuan pendidikan.

D.    Perbandingan Kurikulum Pesantren dan Madrasah
Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu agama Islam saja umumnya disebut Pesantren Salaf/Salafi. Pola tradisional yang diterapkan dalam pesantren salafi adalah para santri bekerja untuk kyai mereka -bisa dengan mencangkul, mengurusi empang (kolam ikan), dan lain sebagainya- dan sebagai balasannya mereka diajari ilmu agama oleh kyai mereka tersebut.
Di Pesantren para santri pada umumnya menghabiskan hingga 20 jam waktu sehari dengan penuh kegiatan, dimulai dari shalat subuh di waktu pagi hingga mereka tidur kembali di waktu malam. Pada waktu siang, para santri pergi ke sekolah umum untuk belajar ilmu formal, pada waktu sore mereka menghadiri pengajian dengan kyai atau ustadz mereka untuk memperdalam pelajaran agama dan al-Qur’an.
Ada pula pesantren yang mengajarkan pendidikan umum, di mana persentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam daripada ilmu umum (matematika, fisika, dan lainnya). Ini sering disebut dengan istilah ”pondok pesantren modern”, dan umumnya tetap menekankan nilai-nilai dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri.
Pada pesantren dengan materi ajar campuran antara pendidikan ilmu formal dan ilmu agama Islam, para santri belajar seperti di sekolah umum atau madrasah. Pesantren campuran untuk tingkat SMP kadang-kadang juga dikenal dengan nama Madrasah Tsanawiyah, sedangkan untuk tingkat SMA dengan nama Madrasah Aliyah. Namun, perbedaan pesantren dan madrasah terletak pada sistemnya. Pesantren memasukkan santrinya ke dalam asrama, sementara dalam madrasah tidak.
Pesantren kini tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis keagamaan (regional-based curriculum) dan cenderung melangit, tetapi juga kurikulum yang menyentuh persoalan kekinian masyarakat (society-based curriculum). Dengan demikian, pesantren tidak bisa didakwa semata-mata sebagai lembaga keagamaan murni, tetapi juga (seharusnya) menjadi lembaga sosial yang hidup yang terns merespon persoalan masyarakat di sekitarnya (Ishom, 2006:1).
Pembelajaran di pondok pesantren para santri mempelajari ilmu-ilmu agama melalui kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab (kitab kuning). Hal tersebut merupakan cirri khas pondok pesantren yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan lainnya yang ada di Indonesia. Akan tetapi pada saat ini pondok pesantren sudah banyak melakukan penambahan terhadap kurikulumnya. Artinya, ilmu-ilmu yang diajarkan di pondok pesantren tersebut tidak lagi sekedar ilmu-ilmu pendidikan agama yang didasarkan pada kitab kuning, tetapi ditambah dengan ilmu-ilmu umum dan keterampilan-keterampilan lain seperti pelajaran bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Biologi, dan lain sebagainya. Di pesantren para santri juga dilatih untuk memiliki keterampilan-keterampilan seperti menjahit, perbengkelan, peternakkan, perkebunan, dan keterampilan lainnya (Bawani, 1993:90).
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam berfungsi menghubungkan sistem lama dengan sistem baru dengan jalan mempertahankan nilai-nilai lama yang masih baik dan mengambil sesuatu yang baru dalam ilmu, teknologi dan ekonomi yang bermanfaat bagi kehidupan umat Islam. Oleh karena itu, isi kurikulum madrasah pada umumnya adalah apa yang diajarkan di lembaga­-lembaga pendidikan Islam (surau dan pesantren) ditambah dengan beberapa materi pelajaran yang disebut dengan ilmu-ilmu umum (Ali, 1995:149).
Kurikulum sekolah yang amat terstruktur dan sarat beban menyebabkan proses pembelajaran di sekolah menjadi steril terhadap keadaan dan perubahan lingkungan fisik dan sosial yang berkembang dalam masyarakat. Akibatnya, proses pendidikan menjadi rutin, tidak menarik, dan kurang mampu memupuk kreativitas murid untuk belajar serta guru dan pengelola pendidikan dalam menyusun dan melaksanakan pendekatan pembelajaran yang inovatif (Ali, 1995:22).

E.     Kesimpulan
Ditinjau dari sejarah munculnya pesantren dan madrasah di Indonesia, pesantren lebih dahulu muncul dibandingkan dengan madrasah. Hal ini berarti bahwa proses pendidikan di pesantren dapat dikatakan sebagai induk proses pendidikan yang berkembang saat ini. Sejak awal, kurikulum pesantren yang lebih dominan berkaitan dengan pelajaran keagamaan yang bersumber dari kitab-kitab kuning berbahasa Arab. Sedangkan pelajaran umum hampir sama sekali tidak dipelajari. Namun seiring dengan tuntutan zaman, sudah ada sebagian pesantren yang memasukkan pelajaran umum ke dalam kurikulumnya, sehingga lahirlah pesantren-pesantren modern yang berupaya mengintegrasikan antara pengetahuan agama dan umum ke dalam kurikulumnya. Di samping itu, kurikulum pesantren juga berupaya membekali para santrinya dengan berbagai keterampilan hidup sebagai modal untuk terjun ke tengah-tengah masyarakat setelah mereka menyelesaikan pendidikannya di pesantren.
Sementara madrasah di Indonesia yang mulai hadir di era pembaharuan, antara lain dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan terhadap lembaga pesantren yang semata-mata mengedepankan pelajaran agama dan juga terhadap sekolah-sekolah yang didirikan oleh kolonial yang kering dengan nuansa agama. Selain itu, berdirinya sebagian madrasah tidak terlepas dari proses perkembangan lebih lanjut dari kegiatan-kegiatan pengajian yang berlangsung di surau-surau, rumah, pesantren, masjid dan lainnya. Oleh karena itu, madrasah juga sudah mulai mengintegrasikan pelajaran-pelajaran umum dan agama ke dalam kurikulumnya. Kendati demikian kebanyakan madrasah hanya membekali peserta didiknya dengan informasi pengetahuan semata, sedangkan aspek keterampilan seperti yang diajarkan di pesantren tidak terdapat pada madrasah.

KEPUSTAKAAN


Ali, Muhammad Daud, Lembaga-Lembaga Islam di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995

Bawani, Imam, Tradisionalisme dalam pendidikan Islam, Surabaya : Al-Ikhlas, 1993

Fatah, H. Rohadi Abdul dkk, Rekonstruksi Pesantren Masa Depan, Jakarta : Listafariska Putra, 2005

Haedari, H. Amin, Transformasi Pesantren, Jakarta : Media Nusantara, 2007

Hasbullah, Otonomi Pendidikan, Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadup Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006

Ishom, HS, Mastuki, el-Sha, M, Intelektualisme Pesantren, Jakarta : Diva Pustaka, 2006

Jalaluddin, Kapita Selekta pendidikan,  Jakarta : Kalam Mulia, 1990

Langgulung, Hasan, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisis Psikologi Pendidikon, Jakarta : Pustaka al-Husna, 1986

Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta : Logos, 1999

Mustala, H.A. dan Abdullah Aly, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung : Pustaka Setia, 1998

Nizar, Samsul, Sejarah Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam : Potret Timur Tengah Era Awal dan Indonesia, Jakarta : Quantum Teaching, 2005

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2004

Redaksi Sinar Grafika, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
, Jakarta : Sinar Grafika, 2003

Steenbrink, Karel A, Pesantren, Madrasah dan Sekolah : Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, Jakarta : LP3ES, 1986

Syarif, Ahmad Ibrahim, Daulat al-Rasul fi al-Madinat, Quwait : Dar al-­Bayan, 1972

KONSEP PENDIDIKAN: PERGURUAN ADZKIA Versus PERGURUAN AR RISALAH

http://zaijoni.blogspot.com
KONSEP PENDIDIKAN:
PERGURUAN ADZKIA Versus PERGURUAN AR RISALAH
Oleh: ZAIJONI, AMRISAL, SYAFRIAL dan DARMAWAN

A.      Pendahuluan
Setiap orang tua menginginkan anaknya mendapatkan pendidikan yang baik dan bermutu, sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan anak-anaknya, serta tuntutan kebutuhan lokal dan global. Pendidikan tersebut bisa dilakukan dalam keluarga, di masyarakat dan bisa juga melalui pendidikan di sekolah, baik sekolah negeri atau swasta.
Orang tua yang memilih untuk menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah negeri, maka anak tersebut mengikuti pendidikan di sekolah dengan tatacara pengelolaan dan kurikulum diatur sedemikian rupa berdasarkan Undang-undang sistem pendidikan nasional dan wajib mengikuti aturan tersebut, walaupun otonomi pendidikan tetap diberikan kepada sekolah tersebut. Sedangkan di sekolah swasta dalam pengelolaan dan kurikulum yang dipakai di samping memakai aturan yang diatur oleh pemerintah, sekolah swasta juga melakukan kebijakan sendiri dan pemakaian kurikulum berdasarkan visi, misi dan tujuan pendidikan sekolah tersebut. Sedangkan pemerintah hanya sebagai pengawas terhadap operasional sekolah tanpa bisa ikut campur begitu mendalam terhadap kebijakan sekolah.
Sekarang, menyekolahkan anak di tempat yang bermutu sekaligus sarat nilai-nilai keislaman (Islam Terpadu/IT) sudah menjadi tren dan impian bagi sebagian besar orang tua, para orang tua terpengaruh oleh tawaran lembaga pendidikan Islam Terpadu yang menawarkan berbagai macam kelebihan baik kurikuler, ekstrakurikuler dan fasilitas yang sangat lengkap, peluang kerja atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, sehingga orang tua dengan segala upaya termasuk menyiapkan dana yang cukup besar memilih sekolah yang menjadi impian mereka. Tetapi banyak juga orang tua yang hanya punya mimpi, terutama orang tua berlatar belakang ekonomi lemah, karena sekolah-sekolah Islam yang dianggap bermutu tersebut menganggarkan biaya yang tak terjangkau oleh mereka.
Pada tulisan ini penulis akan memaparkan dua bentuk lembaga pendidikan Islam yang dianggap berkualitas di Sumatera Barat yaitu Perguruan Adzkia dan Perguruan Ar Risalah. Hal yang akan menjadi pembahasan bagi penulis yaitu: sejarah, kurikulum, pembiayaan dan tata kelola kelembagaan khususnya tingkat SLTP. Hal ini menjadi pilihan bagi penulis karena tingkat pendidikan SLTP masih tergolong pendidikan dasar dan sesuai dengan kebijakan pemerintah yaitu wajib belajar 9 tahun.

B.       Pembahasan
1.        Sejarah Berdiri
a)        Perguruan Adzkia
Berdirinya SMP Islam Terpadu (SMP IT) Adzkia berawal dari keinginan orang tua SD IT Adzkia untuk menjaga kesinambungan pendidikan terpadu bagi anak-anak mereka. Yayasan Pendidikan Islam Adzkia pun mencoba dengan segala kemampuan, didorong oleh keinginan terwujudnya sebuah sekolah menengah yang menerapkan nilai-nilai Islam. Maka, pada tahun 2002 dibuka pendaftaran untuk siswa perdana sebanyak 33 siswa. Kepala sekolah yang ditunjuk Drs. Ridwan Ya’qub dengan tenaga pengajar 15 orang pun mulai bergerak. Para ustadz ini berasal dari berbagai perguruan tinggi mulai dari ITB, UI, Unand, IAIN, UNP, hingga UNJ. Target SMP IT yaitu melahirkan generasi muda Islam yang cerdas, kreatif, dalam ridho Allah.[1]
Sejarah berdiri perguruan Adzkia tidak terlepas dari bimbingan belajar (Bimbel) Adzkia tahun 1987 yang berpusat di Lolong Padang yang didirikan oleh Prof. Dr. Irwan Prayitno, bersama-sama dengan Drs. Faisal, Dr. Syukri Arief, M. Eng, dan Mahyeldi Ansharullah, SP. Bimbel tersebut kemudian dipindahkan ke PGAI dan selanjutnya pindah lagi ke Jalan Damar Padang di tahun 1993.[2]
Pendirian TK Adzkia pertama berlangsung tahun 1993 di daerah Purus, kemudian dibuka cabang di Padang Baru dan PGTK pun didirikan di kawasan Purus. Kemudian SD Adzkia pun didirikan tahun 1996 di Taratak Paneh Padang. Setelah lulusan pertama SD Adzkia tahun 2001, maka didirikanlah SMP IT Adzkia di Taratak Paneh tahun 2002. Maka lulusan pertamanya pun sudah lahir dan berprestasi memuaskan. Seluruh sekolah Adzkia ini berada di bawah naungan anggota Jaringan Sekolah Islam Terpadu Indonesia. Sampai sekarang perguruan Adzkia telah mengelola semua jenjang pendidikan mulai dari PAUD, TK, SMP, SMK dan Perguruan Tinggi.[3]
Berdasarkan paparan Hendrizal (Kaprodi PGSD); Sejak tahun 1994 Yayasan Adzkia Sumatera Barat telah mengelola Perguruan Tinggi yaitu Akademi Pendidikan Islam Adzkia (AKIA) dengan dua program studi yaitu D.II PGRA dan D.II PGMI. Pada tahun 2003 Akademi Pendidikan Islam Adzkia berubah menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiayah Adzkia (STIT Adzkia). Pada tahun 2009 Yayasan Adzkia Sumatera Barat mengelola Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan dengan dua program studi yaitu; Pendidikan Guru Anak Usia Dini (PG PAUD), dan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD).[4]
b)        Perguruan Ar Risalah
Berbeda dengan perguruan Adzkia, perguruan Ar Risalah muncul dari kepedulian sekelompok pelajar Sumatera Barat yang belajar di LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab) Jakarta.
Sejak keberangkatan sekelompok pelajar dari Sumatera Barat pada tahun 1990-an ke Jakarta untuk menuntut ilmu di LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab), sudah mulai muncul gagasan bahwa suatu saat nanti, penting didirikan sebuah lembaga pendidikan agama berkualitas tinggi di Ranah Minang. Hal ini disebabkan sekelompok pelajar tadi melihat langsung di lembaga mereka belajar di Jakarta perkembangan dunia pendidikan agama Islam yang sudah semakin maju jauh meninggalkan lembaga-lembaga pendidikan serupa di Sumatera Barat. Padahal Sumatera Barat adalah pusat pendidikan agama Islam di Indonesia tempo dulu.[5]
Ide atau gagasan besar ini tetap saja masih tertanam dalam hati para pelajar tadi bahkan berlanjut menjadi berupa kegiatan-kegiatan dakwah dan pendidikan berkala saat para pelajar pulang liburan ke Sumatera Barat. Dan bahkan saat sebahagian pelajar tadi melanjutkan pendidikan ke Timur Tengah sementara komunikasi seputar gagasan besar tadi masih tetap berlanjut.[6]
Akhirnya setelah belasan tahun hanya dalam bentuk gagasan, para pelajar tadi yang sudah memiliki pengalaman beragam sepakat mendirikan sebuah yayasan Islam dengan konsep pengembangan berbasis wakaf ummat islam. Dan karena memang bidang pendidikan adalah bidang pengabdian sangat strategis bagi masa depan ummat, disepakatilah untuk memulai kegiatan Yayasan pada bidang ini. Maka pada hari Selasa tanggal 24 Juni 2003 di Solok Sumatera Barat berdirilah sebuah yayasan dengan nama Yayasan Waqaf Ar Risalah terdaftar secara resmi pada pegawai notaris Helmi Darlis No 28 tanggal 24/6/2003. Dan Program pertama adalah mendirikan Perguruan Islam Ar Risalah yang beralamat di Air Dingin, RT 01 RW IX Kelurahan Balai Gadang Kecamatan Koto Tangah, Padang Provinsi Sumatera Barat. Sampai saat ini perguruan Islam Ar Risalah telah melaksanakan pendidikan mulai tingkat SLTP (SMP) dan SLTA (MA).[7]

2.        Kurikulum
Perguruan Adzkia dan Ar Risalah sebagai lembaga pendidikan, sama halnya dengan lembaga pendidikan lainnya dalam pengelolaan pendidikan, dalam pelaksanaan tentu juga memiliki kurikulum sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi.
Sebelum lebih jauh kita melihat kurikulum, penulis akan memaparkan Visi dan Misi kedua perguruan ini, karena visi sekolah adalah cita-cita bersama warga sekolah dan segenap pihak yang berkepentingan, yang menggambarkan dan memberikan inspirasi, motivasi, dan kekuatan untuk kepentingan pada mendatang. Sedangkan misi sekolah adalah arah untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan, menjadi dasar program pokok sekolah dengan penekanan pada kualitas layanan pada peserta didik dan mutu lulusan yang diharapkan.
Berikut ini kita melihat visi dan misi kedua lembaga ini:
a)        Perguruan Adzkia
Perguruan Adzkia di tingkat SLTP memiliki visi ” Menjadi sekolah unggul berakhlak islami untuk membentuk generasi masa depan yang inovatif”,[8] dengan motto yaitu ”Mandiri, cerdas, kreatif dalam ridho Allah”.[9] Sedangkan misinya yakni:
1)        Membentuk generasi Robbani yang berakhlak mulia, cerdas dan terampil.
2)        Mengembangkan dan mengoptimalisasi  potensi SDM pendidikan.
3)        Menjalin kerjasama yang harmonis antara sekolah, masyarakat dan lembaga formal terkait.
4)        Menyebarluaskan konsep dan model operasional pendidikan Islam melalui jalinan silaturrahim dan komunikasi.
5)        Membangun dan mewujudkan strategi dan pembelajaran yang Menyenangkan, Efektif dan Islami (MEI).
6)        Mengupayakan terciptanya ”masyarakat belajar”.[10]
Berdasarkan visi dan misi tersebut di atas terlihat bahwa lembaga ini mempunyai orientasi religius. Namun kalau dilihat pada tata aturan penyusunan visi, ditemukan kesalahan dalam penyusunan kata-kata, yaitu ditemukan kata kerja dalam penyusunannya yakni: membentuk generasi masa depan yang inovatif. Padahal seharusnya dalam visi hanya menunjukkan hasil yang diharapkan, tidak ada lagi kata kerja. Selanjutnya dalam misi ditemukan item yang membingungkan dan menurut penulis sulit untuk dikembangkan dalam tujuan sekolah dan tujuan pembelajaran, yaitu misi nomor 4 yaitu: Menyebarluaskan konsep dan operasional pendidikan Islam melalui jalinan silaturrahim dan komunikasi.
Maka seharusnya dalam menyusun visi dan misi sekolah harus disusun oleh tim khusus/TPK dan harus dianalisis dan direvisi setiap tahun.
b)        Perguruan Ar Risalah
Visi SMP Ar Risalah yakni: ”Berkualitas dan profesional dalam membangun generasi penuh berkah”,[11] dengan bercirikan: ”Berakhlak lurus, beribadah secara benar, berahklak mulia, berbadan sehat, berwawasan luas, terampil, mandiri, dan bermanfaat”.[12] Misi pendidikan Ar Risalah yakni:
1)        Menyelenggarakan pendidikan dengan SDM yang capable di bidangnya.
2)        Menyelenggarakan pembelajaran yang islami, modern, dinamis, disiplin serta memenuhi Standar Nasional Pendidikan.
3)        Memberikan pelayanan yang tepat dan memuaskan dalam setiap penyelenggaraan pendidikan.
4)        Melahirkan kader ulama yang cendikiawan dan ilmuwan yang berakhlak mulia dalam mewujudkan islam rahmatan lil ‘alamin.[13]
Berdasarkan visi dan misi lembaga ini kalau dibandingkan dengan visi dan misi SMP IT Adzkia terlihat bahwa visi dan misi SMP Ar Risalah lebih berorientasi agamis dibanding SMP IT Adzkia. Seperti yang disampaikan oleh Budi Santoso (praktisi pendidikan tinggal di Pasaman) mengatakan bahwa SMP Ar Risalah merupakan lembaga pendidikan umum yang bercirikan pesantren.[14] Karena itu sesuai dengan visi yang dijabarkan dalam misi pendidikan lebih mengarah kepada spiritual.
Kurikulum (Permendiknas nomor 22, 23 tahun 2006). Dalam acuan operasional penyusunan KTSP dinyatakan bahwa kurikulum harus dikembangkan untuk peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia dengan tetap memelihara toleransi dan kerukunan umat beragama. Oleh karena itu, muatan kurikulum semua mata pelajaran harus ikut mendukung peningkatan iman, taqwa dan akhlak mulia.
·           Perguruan Adzkia
Kurikulum yang diterapkan di SMP IT Adzkia merupakan kurikulum yang memadukan kurikulum nasional berdasarkan Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar isi dan Permendiknas nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, dengan kurikulum Sekolah Islam Terpadu (KSIT).[15]
Kurikulum khusus yaitu:
1.        Kurikulum Al Qur’an dan Diniyah, terdiri dari : pembelajaran Al Qur’an, bimbingan shalat, pendidikan agama Islam, mentoring dan bahasa Arab.
2.        Kurikulum pengembangan diri, terdiri dari : bela diri, panduan SIT, jurnalistik, keterampilan komunikasi dan klub olah raga.[16]
Prinsip pembelajaran :
-            Belajar dari realitas kehidupan.
-            Pengembangan kemampuan sosial.
-            Belajar dengan melakukan (learning by doing).
-            Belajar aktif (active learning).
-            Pembelajaran lintas bidang studi.
-            Moving class.[17]
·           Perguruan Ar Risalah
Perguruan Islam Ar Risalah menggunakan kurikulum SMP dan MA nasional yang berafiliasi kepada Kementerian Pendidikan Nasional RI dan Kementerian Agama Rl. Untuk SMP menggunakan kurikulum berdasarkan Undang-undang Sisdiknas serta beberapa Permendiknas. Sedangkan untuk MA menggunakan kurikulum berdasarkan pedoman dari Kementerian Agama RI serta dipadukan dengan kurikulum khusus perguruan dengan mengacu pada kurikulum pendidikan setara di Timur Tengah.
Yang menarik di perguruan ini, menurut Emilia (staf Ar Rislah), bahwa dengan mengabungkan kurikulum MA yang diatur oleh Kemenag dangan kurikulum pendidikan setara di Timur Tengah, tamatan perguruan Ar Risalah banyak melanjutkan pendidikan ke Timur Tengah terutama di Kairo Mesir. Lebih jauh Emilia mengatakan bahwa guru-guru yang mengajar di perguruan ini banyak tamatan dari Timur Tengah dan LIPIA Jakarta, sehingga materi dan model pembelajaran yang diterapkan bernuansa Timur tengah.[18]
Pada suatu kesempatan, bapak Sudirman (korwas pendidikan di Kota Pariaman) tentang keberadaan kurikulum Sekolah Islam Terpadu. Berdasarkan pengalaman beliau sebagai pengawas pendidikan, beliau mengatakan bahwa secara umum kurikulum Sekolah Islam Terpadu bersifat abu-abu dan tidak terdokumentasi seperti kurikulum pembelajaran yang termuat dalam Permendiknas nomor 22, 23 dan 24 tahun 2006. Kurikulum Islam Terpadu tidak lebih dari sekedar materi tambahan dan sekumpulan tatatertib satuan pendidikan.[19]
Kalau Perguruan Adzkia lebih berorientasi kurikulum Al Qur’an dan Diniyah, Sedangkan perguruan Ar Risalah lebih lebih berorientasi pada hafalan Al Qur’an, kemahiran berbahasa Arab dan Inggris, sehingga alumni perguruan Ar Risalah banyak yang melanjutkan pendidikannya ke Timur Tengah.

3.        Pembiayaan
Standar pembiayaan diatur dalam Permendiknas nomor 69 tahun 2009 meliputi; 1. Jenis pembiayaan, 2. Sumber pembiayaan, 3. Program pembiayaan.
Standar biaya operasi nonpersonalia untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, SDLB, SMPLB, dan SMALB adalah standar biaya yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasional dan nonpersonalia selama 1 (satu) tahun untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, SDLB, SMPLB, dan SMALB sebagai bagian dari keseluruhan dana pendidikan agar satuan pendidikan dapat melakukan kegiatan pendidikan secara teratur dan berkelanjutan sesuai Standar Nasional Pendidikan. Permendiknas nomor 69 tahun 2009 telah mengatur sedemikian rupa; jenis pembiayaan, sumber pembiayaan dan program pembiayaan.
Namun ternyata perguruan Adzkia dan Ar Risalah menerapkan standar pembiayaan sendiri. Lembaga ini dengan konsep otonomi sekolah mengatur jenis pembiayaan, sumber pembiayaan dan program pembiayaan sendiri. Seperti kita lihat di Perguruan Adzkia, untuk tingkat SMP orang tua membayar Rp. 550.000 per bulan, ditambah dengan sumbangan-sumbanga lain seprti iuran pembangunan, konsumsi dan lain-lain. Perguruan Islam Ar Risalah untuk tingkat SMP orang tua membayar mulai dari Rp. 750 000 sampai dengan Rp. 1.000.000, tergantung hasil kesepakatan dengan orang tua, sehingga kedua lembaga ini dikenal sebagai sekolah Islam berbiaya mahal di Sumatera Barat.
Kebijakan otonomi daerah dan otonomi pendidikan membawa konsekuensi dalam bidang pendidikan. Pemerintah seolah-olah tidak punya kontrol langsung terhadap sekolah-sekolah swasta, walaupun pemerintah daerah masih memberi subsidi kepada sekolah, mulai dari sumber daya manusia (guru PNS yang diperbantukan) sampai pendanaan.
Mahalnya biaya pendidikan itulah yang mengurungkan niat ibu Widia (tinggal di Padang) memasukan anaknya ke lembaga pendidikan Islam ternama ini. ”Awalnya, saya berencana menyekolahkan di SD Adzkia. Tapi batal karena biayanya terlalu mahal,” sesal ibu Widia yang sehari-hari berjualan lontong di pasar Alai Padang . Ibu tiga anak ini mengaku kagum dengan kualitas pendidikan SD Adzkia Padang. Lembaga pendidikan Islam yang pada Maret 2011 lalu genap berusia 23 tahun, sekolah ini boleh dikatakan sekolah Islam terkemuka di Sumatera Barat.
Perlu juga menjadi pertanyaan, Mengapa sekolah negeri bisa murah? Menurut penulis, penyebabnya adalah subsidi yang berasal dari pemerintah cukup banyak. ”Tanah yang dipakai masih milik negara atau sumbangan masyarakat, bangunan fisik sekolah dibangun dari dana APBN dan APBD, gaji guru dimasukkan dalam anggaran Pegawai Negeri Sipil (PNS) Daerah/Pusat, para siswa SD dan SMP pun diberikan dana BOS sehingga bebas dari iuran.
Menurut penulis, mahal atau murahnya biaya pendidikan terpulang kembali pada orangtua yang akan menyekolahkan anak-anaknya. Meski banyak orang tua yang mengeluhkan tingginya biaya sekolah di sekolah swasta, ada sebagian orangtua yang menganggap mahalnya biaya pendidikan ini wajar-wajar saja, karena mereka lebih berorientasi kepada mutu. Di antara orangtua ada berpendapat bahwa sekolah negeri melaksanakan proses pembelajaran hanya ”memenuhi standar” yang ditetapkan oleh pemerintah.
Di balik mahalnya biaya dan mungkin ”wah”nya fasilitas yang disediakan, ternyata sekolah ”plus” juga memiliki plus dan minus. Sederet kelemahan; berdasarkan pengamatan penulis sekolah yang menerapkan sistem full day alias belajar mulai jam 07.00-16.00, mengakibatkan kejenuhan dan anak kehilangan kesempatan untuk bermain. Ada juga tujuan orang tua menyekolahkan anak-anaknya di sana karena tidak memiliki waktu mendidik, karena kedua orang tuanya sibuk bekerja, sehingga sekolah menjadi ”tempat penitipan anak”. Ada orangtua yang menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah full day, demi menghindari pergaulan yang tidak baik di lingkungan rumah. Namun sayangnya, niat baik ini tidak didukung oleh kondisi rumah yang islami. Hal inilah menyebabkan para siswa hanya memahami bahwa kewajiban menjalankan perintah agama, salah satunya menutup aurat hanya di sekolah. Di luar sekolah para siswa terbiasa buka jilbab, dan tidak jarang juga ibu-ibu yang menjemput anaknya kesekolah tidak memakai jilbab, sehingga nuansa keislaman bagi anak-anak hanya di lingkungan sekolah.

4.        Tata kelola
Tata kelola atau standar pengelolaan pendidikan diatur dalam Permendiknas nomor 19 Tabun 2007. Dalam Permen tersebut dinyatakan bahwa setiap sekolah dalam pengelolaanya harus mempunyai rencana kerja yakni; (a). rencana kerja jangka pendek yang akan dilaksanakan dalam satu tahun, dan (b). rencana kerja jangka menengah yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu empat tahun berkaitan dengan mutu lulusan yang ingin dicapai, serta perbaikan komponen pendukungnya.
Dari segi pengelolaan, antara sekolah di perguruan Adzkia berbeda dengan Ar Risalah. Perguruan Ar Risalah menerapkan sistem boarding school yang membutuhkan ibu dan bapak asuh, sedangkan Adzkia hanya menerapkan sistem full day yang hanya membutuhkan guru pembimbing. Dari segi struktur pimpinan sekolah mereka secara umum sama, yaitu sama-sama punya Kepala sekolah, Wakil kepala sekolah dan pegawai administrasi.
Dalam hal pelaksanaan mulai dari Penerimaan Siswa Baru, khususnya untuk memasuki SMP, kedua perguruan ini menerapkan seleksi penerimaan siswa baru dengan melakukan berbagai tes, seperti matematika dasar, IPA, Al Qur’an, dan wawancara. Dalam proses pendidikan di sekolah, kedua perguruan ini menerapkan hal berbeda. Perguruan Ar Risalah dibawah pimpinan Ustadz Irsyad Safar, LC, M.Ed karena menerapkan siswa tinggal di asrama (boarding school), tata tertib yang harus dipatuhi siswa cukup banyak, sehingga membutuhkan kesabaran yang cukup tinggi, baik dari siswa dan juga bagi guru pembimbing mereka.
Berbeda dengan perguruan Adzkia, sekolah yang di bawah pimpinan Drs. Edi Warman ini karena menerapkan sistem full day (jam 07.15 sampai dengan 15.30), tata tertib yang harus dipatuhi siswa tidaklah begitu rumit dan berbelit.

C.      Penutup
Dari hasil pemaparan di atas, maka dapat dipahami perbedaan dan persamaan antara kedua perguruan tersebut, yaitu perguruan Adzkia dengan perguruan Ar Risalah. Secara kesimpulannya dapat dilihat dari tabel di bawah ini.
PERGURUAN ADZKIA
PERGURUAN AR RISALAH
Sejarah Berdiri
Sejarah berdiri perguruan Adzkia tidak terlepas dari bimbingan belajar (Bimbel) Adzkia tahun 1987 yang berpusat di Lolong Padang yang didirikan oleh Prof. Dr. Irwan Prayitno, bersama-sama dengan Drs. Faisal, Dr. Syukri Arief, M. Eng, dan Mahyeldi Ansharullah, SP. Bimbel tersebut kemudian dipindahkan ke PGAI dan selanjutnya pindah lagi ke Jalan Damar Padang di tahun 1993. Pendirian TK Adzkia pertama berlangsung tahun 1993 di daerah Purus, kemudian dibuka cabang di Padang Baru dan PGTK pun didirikan di kawasan Purus. Kemudian SD Adzkia pun didirikan tahun 1996 di Taratak Paneh Padang. Setelah lulusan pertama SD Adzkia tahun 2001, maka didirikanlah SMP IT Adzkia di Taratak Paneh tahun 2002.
Sejarah Berdiri
Perguruan Ar Risalah muncul dari kepedulian sekelompok pelajar Sumatera Barat yang belajar di LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab) Jakarta. Maka pada hari Selasa tanggal 24 Juni 2003 di Solok Sumatera Barat berdirilah sebuah yayasan dengan nama Yayasan Waqaf Ar Risalah terdaftar secara resmi pada pegawai notaris Helmi Darlis No 28 tanggal 24/6/2003. Dan Program pertama adalah mendirikan Perguruan Islam Ar Risalah yang beralamat di Air Dingin, RT 01 RW IX Kelurahan Balai Gadang Kecamatan Koto Tangah, Padang Provinsi Sumatera Barat. Sampai saat ini perguruan Islam Ar Risalah telah melaksanakan pendidikan mulai tingkat SLTP (SMP) dan SLTA (MA).
Kurikulum
·           Kurikulum yang diterapkan di SMP IT Adzkia merupakan kurikulum yang memadukan kurikulum nasional berdasarkan Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar isi dan Permendiknas nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, dengan kurikulum Sekolah Islam Terpadu (KSIT)
·           Perguruan Adzkia lebih berorientasi kurikulum Al Qur’an dan Diniyah
Kurikulum
·           Perguruan Islam Ar Risalah menggunakan kurikulum SMP menggunakan kurikulum berdasarkan Undang-undang Sisdiknas serta beberapa Permendiknas serta dipadukan dengan kurikulum khusus perguruan dengan mengacu pada kurikulum pendidikan setara di Timur Tengah.
·           Ar Risalah lebih lebih berorientasi pada hafalan Al Qur’an, kemahiran berbahasa Arab dan Inggris.
Pembiayaan
Perguruan Adzkia menerapkan standar pembiayaan sendiri. Lembaga ini dengan konsep otonomi sekolah mengatur jenis pembiayaan, sumber pembiayaan dan program pembiayaan sendiri. Untuk tingkat SMP orang tua membayar Rp. 550.000 per bulan, ditambah dengan sumbangan-sumbangan lain seprti iuran pembangunan, konsumsi dan lain-lain.
Pembiayaan
Perguruan Ar Risalah menerapkan standar pembiayaan sendiri. Lembaga ini dengan konsep otonomi sekolah mengatur jenis pembiayaan, sumber pembiayaan dan program pembiayaan sendiri. Untuk tingkat SMP orang tua membayar mulai dari Rp. 750 000 sampai dengan Rp. 1.000.000, tergantung hasil kesepakatan dengan orang tua.
Tata kelola
·           Perguruan Adzkia berbeda dengan Ar Risalah. Perguruan Ar Risalah menerapkan sistem boarding school yang membutuhkan ibu dan bapak asuh.
·           Dari segi struktur organisasi ada pimpinan secara umum sama, yaitu sama-sama punya Kepala sekolah, Wakil kepala sekolah dan pegawai administrasi.
Tata kelola
·           Perguruan Adzkia hanya menerapkan sistem full day yang hanya membutuhkan guru pembimbing.
·           Dari segi struktur organisasi ada pimpinan sekolah secara umum sama, yaitu sama-sama punya Kepala sekolah, Wakil kepala sekolah dan pegawai administrasi.




[1] Sejarah Berdirinya SMP IT Adzkia. http://smpiadz.blogspot.com. (diakses: 15 Desember 2011)
[2] Ibid
[3] Ibid
[4] Hendrizal, Hasil Wawancara, (Tanggal: 19 November 2011)
[5] Tentang Ar-risalah, http://perguruanarrisalah.wordpress.com, (diakses: 15 Desember 2011)
[6] Ibid
[7] Ibid
[8] SMP IT Adzkia, http://www.diknas-padang.org, (diakses: 15 Desember 2011)
[9] Sejarah Berdirinya SMP IT Adzkia, http://smpiadz.blogspot.com, (diakses: 15 Desember 2011)
[10] SMP IT Adzkia, http://www.diknas-padang.org, (diakses: 15 Desember 2011)
[11] SMP Ar Risalah, http://www.diknas-padang.org, (diakses: 15 Desember 2011)
[12] Visi&Misi, http://perguruanarrisalah.wordpress.com, (diakses: 15 Desember 2011)
[13] Ibid
[14] Budi Santoso, Hasil wawancara, (Tanggal: 9 Oktober 2011)
[15] Sejarah Berdirinya SMP IT Adzkia, http://smpiadz.blogspot.com, (diakses: 15 Desember 2011)
[16] Ibid 
[17] Ibid
[18] Emilia, Hasil Wawancara, (Tanggal: 2 Desember 2011)
[19] Sudirman, Hasil Wawancara, (Tanggal: 2 Desember 2011)

DAFTAR RUJUKAN

Sejarah Berdirinya SMP IT Adzkia. http://smpiadz.blogspot.com, diakses: 15 Desember 2011

Hendrizal, (2011), Hasil Wawancara, Tanggal: 19 November 2011

Tentang Ar-risalah, http://perguruanarrisalah.wordpress.com, diakses: 15 Desember 2011

SMP IT Adzkia, http://www.diknas-padang.org, diakses: 15 Desember 2011

SMP Ar Risalah, http://www.diknas-padang.org, diakses: 15 Desember 2011

Visi&Misi, http://perguruanarrisalah.wordpress.com, diakses: 15 Desember 2011

Budi Santoso, (2011), Hasil wawancara, Tanggal: 9 Oktober 2011

Emilia, (2011), Hasil Wawancara, Tanggal: 2 Desember 2011

Sudirman, (2011), Hasil Wawancara, Tanggal: 2 Desember 2011